Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan nama Buya Hamka adalah salah seorang ulama besar di Indonesia. Tak hanya dikenal sebagai ulama, beliau juga merupakan seorang sastrawan, sejarawan, dan politikus yang begitu dihormati.
Sepanjang hidupnya, Hamka telah melahirkan karya-karya yang fenomenal seperti Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936), Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1937), dan masih banyak lagi. Melalui karya-karya tersebut, beliau dianggap sebagai salah seorang tokoh yang berpengaruh di dunia sastra Indonesia.
Sosok kiai karismatik itu lahir pada 17 Februari 1908 di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat. Seperti dikutip dari uinsu.ac.id, Hamka lahir dari kalangan yang taat agama. Ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah adalah seorang tokoh Islam yang pernah mendalami ilmu agama di Mekkah.
Dari pengalamannya di Padang Panjang dan Makassar, Hamka merasa bakatnya sebagai pengarang lebih baik ia manfaatkan ketimbang menjadi guru. Pada Januari 1936, Hamka berangkat ke Medan, memelopori jurnalistik Islam dan menekuni karang-mengarang. Ia memenuhi permintaan Muhammad Rasami, tokoh Muhammadiyah Bengkalis untuk memimpin Pedoman Masyarakat di bawah Yayasan Al-Busyra pimpinan Asbiran Yakub. Kulliyatul Mubalighin yang ditinggalkannya diteruskan oleh Abdul Malik Ahmad sampai 1946.Pedoman Masyarakat beroplah 500 eksemplar ketika terbit perdana pada 1935. Oplahnya melonjak hingga 4.000 eksemplar setelah Malik menjadi pemimpin redaksi pada 22 Januari 1936. Majalah itu mengupas pengetahuan umum, agama, dan sejarah. Melalui kedudukannya sebagai pemimpin redaksi, Hamka menjalin hubungan intelektual dengan sejumlah tokoh pergerakan. Pada Februari 1936, ia menyindir sikap pemerintah kolonial terhadap Hatta dan Sjahrir dengan mengasingkan mereka ke Boven Digul. Melalui Pedoman Masyarakat pula, Malik untuk pertama kalinya memperkenalkan nama pena "Hamka".